BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Intra
Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.Hemorragi ini
biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat
terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul.
Intra
Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya diakibatkan
oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh darah
dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom
bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi
pada 2- 16 kasus cidera.
Pria
terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 45-75
tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga
penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia dengan
hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat
seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS.
ICH
terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti
lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang
paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam
dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya:
putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%,
serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan adalah
cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu
putamen.
ICH
merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia
disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur
vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot
dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada
otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan
aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor.
Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan,
sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik
yang tersering menimbulkan perdarahan.
Kematian
akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan defisit
neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung
pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien
sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984
memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas outcome adalah
Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih
baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema
ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih
dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi
medis buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome
buruk.
B.
Tujuan
1.
mahasiswa
dapat mengetahui konsep medis dari ICH
2.
mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan ICH
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Medis
1.
Definisi
Perdarahan
intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat
robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai
dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi.
Intra
secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka
.intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat
melebarnya pembuluh nadi.
2.
Etiologi
Etiologi dari
Intra Cerebral Hematom adalah :
a. Kecelakaan yang
menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi
tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi
dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi
peluru
e. Jatuh
f.
Kecelakaan
kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri
Venosa
i.
Aneurisma
j.
Distrasia
darah
k. Obat
l.
Merokok.
3.
Patofisiologi
ICH
primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial
kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatif
aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria
perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya
dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata.
Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien hipertensif
terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga rupturnya
menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior
yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena.
Perdarahan
menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua carayaitu:
1. Kerusakan otak
yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus dimana
hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak.
2. Hematoma yang
membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang selluler namun
mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi
neurologis yang mungkin reversibel. 80% pasien adalah hipertensif dan
biasanya dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan
kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid
menimbulkan gambaran klinis PSA.
4.
Manifestasi
Klinis
Intracerebral
hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu
diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun
begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan
gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan
pendarahaan.
Beberapa
gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali
mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa
berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang.
Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa
menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan
kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut
Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin
akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan
dapat secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil
mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul
muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
5. Perubahan perilaku
kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul
segera atau secara lambat
6. Nyeri kepala dapat
muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra kranium.
5.
Penatalaksanaan
Medis
Pendarahan
intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic.
Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang
mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang
mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan
hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu.
Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan
pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant
(seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan
antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin
buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K,
biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau
platelet
3. Transfusi darah
yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang
dibekukan)
4. Pemberian infus
pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu
darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk
mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam tengkorak,
bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi
itu sendiri bisa merusak otak.
Corwin
(2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai
berikut :
1. Observasi dan
tirah baring terlalu lama
2. Mungkin diperlukan
ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah
3. Mungkin diperlukan
ventilasi mekanis
4. Untuk cedera
terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode
untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik dan obat
anti inflamasi
6. Pemeriksaan
Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang
menunjang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah
klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan
perumusan diagnosis keperawatan.
·
Pengumpulan
data
Pengumpulan
data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien
·
Identitas
klien
Meliputi
nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
·
Keluhan
utama
Biasanya
didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
·
Riwayat
penyakit sekarang
·
Riwayat
penyakit dahulu
·
Riwayat
penyakit keluarga
·
Riwayat
psikososial
·
Pola-pola
fungsi kesehatan
·
Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat
·
Pola
nutrisi dan metabolisme
·
Pola
eliminasi
·
Pola
aktivitas dan latihan
·
Pola
tidur dan istirahat
·
Pola
hubungan dan peran
·
Pola
persepsi dan konsep diri
·
Pola
sensori dan kognitif
·
Pola
reproduksi seksual
·
Pola penanggulangan stress
·
Pola
tata nilai dan kepercayaan
·
Pemeriksaan
fisik
1)
Keadaan umum
Ø Kesadaran :
umumnya mengelami penurunan kesadaran
Ø Suara bicara :
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
Ø Tanda-tanda vital
: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Pemeriksaan
integumen
Ø Kulit : jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu
Ø Kuku : perlu
dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Ø Rambut : umumnya
tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan
kepala dan leher
Ø Kepala : bentuk
normocephalik
Ø Muka : umumnya
tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Ø Leher : kaku kuduk
jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4) Pemeriksaan dada
Pada
pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun
suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan.
5)
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan
penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
6) Pemeriksaan
inguinal, genetalia, anus
Kadang
terdapat incontinensia atau retensio urine
7) Pemeriksaan
ekstremitas
Sering
didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan
neurologi
o
Pemeriksaan
nervus cranialis
o
Pemeriksaan
motorik
o
Pemeriksaan
sensorik
o
Pemeriksaan
refleks
9)
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan
radiologi
o
CT
scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
o
MRI
: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
o
Angiografi
serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler.
o
Pemeriksaan
foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke.
b. Pemeriksaan
laboratorium
o
Pungsi
lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
o
Pemeriksaan
darah rutin
o
Pemeriksaan
kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
o
Pemeriksaan
darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
2. Gangguan intoleransi
aktivitas b.d kelemahan tonus otot
3. Gangguan nyaman
nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
4. Gangguan defisit
perawatan diri b.d kelemahan otot.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Gangguan
mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
Gangguan
intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot
Gangguanrasa nyaman
Nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
Defisit
perawatan diri b.d kelemahan otot
|
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu 4X24 jam pasien
diharapkan dapat melakukan mibilisasi fisik secara optimal.
Kriteria
hasil:
Ø Tonus otot bertambah
Ø Mobilisasi ROM
pasif menjadi aktif.
Ø Tidak mengeram kesakitan dalam
proses latihan
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 6X24 jam diharapkan
pasien dapt terpenuhi aktivitas sehari hari dengan normal
Kriteria
hasil :
Ø Terjadi peningkatan tonus otot
Ø Pasien dapat melakukan aktivitas sehari hari dengan mandiri
Ø Tidak terasa sakit bila melakukan latihan
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3X24 jam diharapkan rasa
nyeri yang dirasak pasien dapat berkurang atau bahkan hilang
Kriteria
Hasil :
Ø Wajah tidak mengurung dan
menahan kesakitan
Ø Skala nyeri turun
Ø Pasien tidak memegangi bagian
yang sakit
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1X24 jam diharapkan
pasien terpenuhi dalam perawatan dirinya secara optimal
Kriteria
Hasil :
Ø Wajah tidak lesu
Ø Kulit tidak saling melengket
Ø Badan menjadi harum
|
a. Observasi
kondisi fisik klien
b. Rencanakan
proses latihan yang efisien bila perlu kolaborasikan dengan fisioterapi untuk
menambah proses latihan
c. Atur posisi
senyaman mungkin
d. Mengajari pasien
ROM pasif dan aktif
e. Biarkan pasien
mempraktikan kembali yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan perawat
f.
Observasi kembali peningkatan gerak fisik
g. Berikan HE(healt
education)tentang pentingnya latihan ROM.
a. Observasi
kondisi fisik klien
b. Rencanakan
proses latihan yang efisien bila perlu kolaborasikan dengan fisioterapi untuk
menambah proses latihan
c. Atur posisi
senyaman mungkin
d. Mengajari pasien
ROM pasif dan aktif
e. Biarkan pasien
mempraktikan kembali yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan perawat
f.
Bila sudah bisa menyangga tubuh ajarkan berjalan
tapi dengan dammpingan perawat
g. Berikan dukungan
dalam setiap tindakan yang sudah dilakukan.
a. Observasi secara
subjektiv skal nyeri yang dirasakan pasien
b. Beri posisi yang
nyaman
c. Ajari metode
relaksasi seperti distraksi, nafas dalam, dan bila emosi ajarkan imajinasi
terpimpin
d. Anjurkan pasien
untuk melakukan pemeriksaan CT-Scan
e. Kolaborasikan
dengan pihak medis untuk terapi obat
f.
Berikan HE tentang pentingnya ambulansi saat
emergensi
g. Observasi
penurunan skala nyeri yang dirasakan
a. Observasi
kondisi awal pasien terutama fisik dan kebersihan
b. Siapkan alat
untuk melakukan PH
c. Memberitahu
maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan
d. Menutup gorden
e. Melakukan PH
sambil mengajari keluarga
f.
Observasi tindakan yang dilakukan
g. Beri HE
pentingnya perawatan diri
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.
Doenges,
M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, EGC, Jakarta.
Harsono,
2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Rochani,
Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Saraf Indonesia, Surabaya.
Susilo,
Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,
Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar